Nama : Nurita Kumala Sari
NPM : 15211356
Kelas : 4EA17
Tugas : Ke 2 "KEADILAN DALAM BISNIS"
Abstraksi
Nurita Kumala Sari. Keadilan Dalam
Bisnis. Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma. 2014.
Penulisan yang berjudul “Keadilan Dalam Bisnis“ ini membahas tentang keadilan dalam
berbisnis, dan sebagai contoh kasus yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen atas barang jaminan pada perum
pegadaian. Makalah ini dilatarbelakangi dengan apa saja hak dan
kewajiban sebagai konsumen serta keadilan hukum yang diperoleh oleh konsumen.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apa saja yang menjadi hak dan
kewajiban konsumen serta bagaimana ganti rugi atas barang jamininan diterapkan
secara adil bagi kedua belah pihak. Metode penulisan ini dengan cara
mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di
internet. Berdasarkan pencarian penulis di internet, perum
pegadaian tidak mengingkari kelaziman pemberian ganti rugi dalam praktik
berbisnis. Ganti rugi diberikan kepada nasabah bilamana terjadi kerusakan anggunan
yang disebabkan kelalaian Pegadaian atau terjadi kehilangan anggunan milik
nasabah yang disebabkan kasus pencurian, perampokan. Namun ganti rugi tidak
diberikan dalam kasus force majeur seperti
jika terjadi banjir, kerusuhan, huruhara, kebakaran, gempabumi, angin topan dan
lain-lain.
Pendahuluan
Dalam era globalisasi,
dunia usaha menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dengan iklim usaha
yang semakin kompetitif. Organisasi bisnis disamping dituntut mampu merancang
produk yang sesuai dengan nilai dan keinginan konsumen atau pelanggannya, juga
diminta harus mampu memberikan keamanan dan kenyamanan dalam memanfaatkan
produknya serta memberikan perlindungan bagi konsumennya dan mampu menegakkan
norma keadilan yang menuntut agar tercapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam dunia
bisnis seseorang tidak boleh mengorbankan hak-hak dan kepentingan-kepentingan
orang lain. Definisi keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang
menjadi haknya, memberi ciri khas kepada kedilan sebagai norma moral. Pertama,
keadilan selalu tertuju kepada orang lain. Kedua, keadlan harus ditegakkan.
Ketiga, keadilan selamanya menuntut kesetaraan.
Permasalahan keadilan dalam dunia
bisnis, masih menjadi topik penting. Keadilan berhubungan dengan meletakan
segala sesuatu pada tempatnya. Dari keadilan akan menciptakan keadaan yang
seimbang, tidak berat sebelah atau tidak memihak. Keadilan akan terus
diupayakan untuk tercapai, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yang tercantum dalam sila 5 dalam pancasila,
yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terwujudnya keadilan,
dibutuhkan keterlibat kemampuan bersikap etis. Tidak dipungkiri bahwa keberadaan perusahaan
dalam aktivitas bisnis, dapat menciptakan lapangan pekerjaan dengan
menghasilkan produk-produk dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, serta
memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan perekonomian daerah
maupun lingkup Negara.
Dampak negatif keberadaan perusahaan
bukan sesuatu yang tidak dapat diatasi. Membina hubungan yang baik diantara
perusahaan, masyarakat dan lingkungan dengan disertai kedewasaan dan kearifan
serta tanggung jawab sosial diharapkan akan mewujudkan perbaikan kesejahteraan
masyarakat.
Guidelines for consumer protection of 1985 yang
dikeluarkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) menyatakan bahwa konsumen
dimanapun mereka berada, dari segala bangsa mempunyai hak-hak dasar sosialnya.
Maksud dari hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan keamanan dan
keselamatan, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti
rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia (cukup pangan dan papan)
hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk
menjaga lingkungan dan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB
menghimbau seluruh anggota untuk memberlakukan hak-hak konsumen tersebut di
negaranya masing-masing.
Di Indonesia, berdasarkan pengalaman
dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) selama 25 tahun beroperasi,
masih banyak permasalahan yang dihadapi konsumen. Pengusaha dan
pemerintah sering mengabaikan hak-hak konsumen, baik dalam pelayanan pada
masyarakat (public service) maupun dalam penjualan produk.
Bahkan
beberapa perusahaan di Indonesia dalam mendapatkan keuntungan, kebanyakan
mereka mau mengorbankan kepentingan jangka panjang demi kepentingan
jangka pendek.
Ketidaksetaraan kepentingan
terlihat antara pelaku bisnis untuk mendapatkan laba dengan kepentingan
konsumen untuk mendapatkan kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap
produk tersebut. Praktek semacam ini banyak terdapat
dalam perusahaan-perusahan yang belum sepenuhnya menciptakan keseimbangan
antara kepentingan perusahaan (pendapatan) dan konsumen berupa
peningkatan pelayanan dan perlindungan hukum yang sesuai dengan harapan
konsumen.
Oleh karena itu,
perlindungan konsumen masih memerlukan adanya campur tangan pemerintah
melalui penetapan sistim perlindungan hukum terhadap konsumen sebagaimana
dijelaskan dalam konsideran Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, yang menyatakan bahwa “Perlindungan hukum konsumen
sekarang ini penting mengingat pembangunan perekonomian nasional, pada era
globalisasi semakin mendukung tumbuhnya usaha yang menghasilkan beraneka ragam
produk (barang/jasa) yang memiliki kandungan teknologi, untuk itu perlu
diimbangi dengan adanya upaya perlindungan terhadap resiko, kemungkinan
kerugian akibat penggunaan produk tersebut, disamping itu keterbukaan pasar
nasional terhadap berbagai produk dari dalam dan luar negeri perlu pula
disertai dengan upaya perlindungan konsumen melalui upaya pencegahan kerugian
dari ketidakpastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan atau jasa yang
diperoleh pasar tersebut”.
Landasan Teori
Keadilan
dalam Bisnis
1.
Paham
Tradisional mengenai Keadilan
a.
Keadilan
Legal
Menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara.
Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama
oleh negara di hadapan hukum.
b.
Keadilan
Komutatif
Mengatur hubungan yang adil atau fair antara orang yang satu dengan yang
lain atau warga negara satu dengan warga negara lainnya. Menuntut agar dalam
interaksi sosial antara warga satu dengan yang lainnya tidak boleh ada pihak
yang dirugikan hak dan kepentingannya. Jika diterapkan dalam bisnis, berarti
relasi bisnis dagang harus terjalin dlm hubungan yang setara dan seimbang
antara pihak yang satu dengan lainnya.
c.
Keadilan
Distributif
Keadilan distributif (keadilan ekonomi) adalah distribusi ekonomi yang
merata atau yang dianggap merata bagi semua warga negara. Menyangkut pembagian
kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan. Keadilan distributif juga
berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan
dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
2.
Keadilan
Individual dan Struktural
Keadilan dan upaya menegakkan keadilan menyangkut aspek lebih luas berupa
penciptaan sistem yang mendukung terwujudnya keadilan tersebut. Prinsip
keadilan legal berupa perlakuan yang sama terhadap setiap orang bukan lagi soal
orang per orang, melainkan menyangkut sistem dan struktur sosial politik secara
keseluruhan. Untuk bisa menegakkan keadilan legal, dibutuhkan sistem sosial
politik yang memang mewadahi dan memberi tempat bagi tegaknya keadilan legal
tersebut, termasuk dalam bidang bisnis. Dalam bisnis, pimpinan perusahaan
manapun yang melakukan diskriminasi tanpa dasar yang bisa dipertanggungjawabkan
secara legal dan moral harus ditindak demi menegakkan sebuah sistem organisasi
perusahaan yang memang menganggap serius prinsip perlakuan yang sama, fair atau
adil ini.
3.
Teori
Keadilan Adam Smith
a.
Prinsip No
Harm
Yaitu
prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan
kepentingan orang lain. Prinsip ini menuntuk agar dlm interaksi sosial apapun
setiap orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan
kepentingan orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak dan
kepentingannya dirugikan oleh siapapun. Dalam bisnis, tidak boleh ada pihak yg
dirugikan hak dan kepentingannya, entah sbg konsumen, pemasok, penyalur,
karyawan, investor, maupun masyarakat luas.
b.
Prinsip
Non-Intervention
Yaitu
prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan
penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun
diperkenankan untuk ikut campur tangan dlm kehidupan dan kegiatan orang lain
Campur tangan dlm bentuk apapun akan merupakan pelanggaran thd hak orang ttt
yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi
ketidakadilan. Dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat, pemerintah tidak
diperkenankan ikut campur tangan dalam kehidupan pribadi setiap warga negara
tanpa alasan yg dpt diterima, dan campur tangan pemerintah akan dianggap sbg
pelanggaran keadilan. Dalam bidang ekonomi, campur tangan pemerintah dlm urusan
bisnis setiap warga negara tanpa alasan yg sah akan dianggap sbg tindakah tidak
adil dan merupakan pelanggran atas hak individu tsb, khususnya hak atas
kebebasan.
c.
Prinsip
Keadilan Tukar
Atau prinsip
pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dlm mekanisme
harga pasar. Merupakan penerapan lebih lanjut dari no harm secara khusus dalam
pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihal lain dalam pasar. Adam Smith
membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga
alamiah adalah harga yg mencerminkan biaya produksi yg telah dikeluarkan oleh
produsen, yang terdiri dari tiga komponen yaitu biaya buruh, keuntungan pemilik
modal, dan sewa. Harga pasar atau harga aktual adl harga yg aktual ditawarkan
dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam pasar. Kalau suatu barang dijual
dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti barang tersebut dijual dan
dibeli pada tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu baik produsen
maupun konsumen sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan kedudukan yang
setara dan seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan
masing-masing dapat kembali (produsen: dalam bentuk harga yang diterimanya,
konsumen: dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai tukar
benar-benar terjadi. Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang
kompetitif, harga pasar akan berfluktuasi sedemikian rupa di sekitar harga
alamiah sehingga akan melahirkan sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan
posisi produsen dan konsumen. Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka
barang dan jasa yang ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga
akan semakin naik. Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara
konsumen lebih dirugikan. Namun karena harga naik, semakin banyak produsen yang
tertarik untuk masuk ke bidang industri tersebut, yang menyebabkan penawaran
berlimpah dengan akibat harga menurun. Maka konsumen menjadi diuntungkan
sementara produsen dirugikan.
4.
Teori
Keadilan Distributif John Rawls
Pasar memberi kebebasan dan peluang
yg sama bagi semua pelaku ekonomi. Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak
asasi paling penting yg dimiliki oleh manusia, dan ini dijamin oleh sistem
ekonomi pasar. Pasar memberi peluang bagi penentuan diri manusia sbg makhluk yg
bebas. Ekonomi pasar menjamin kebebasan yg sama dan kesempatan yg fair.
Prinsip-prinsip Keadilan Distributif Rawls, meliputi:
1) Prinsip
Kebebasan yg sama
Setiap orang
hrs mempunyai hak yg sma atas sistem kebebasan dasar yg sama yg paling luas
sesuai dg sistem kebebasan serupa bagi semua. Keadilan menuntut agar semua
orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas kebebasan scr sama.
2) Prinsip
Perbedaan (Difference Principle)
Bahwa ketidaksamaan sosial dan
ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga ketidaksamaan tersebut: a.
Menguntungkan mereka yg paling kurang beruntung; dan b. Sesuai dengan tugas dan
kedudukan yg terbuka bagi semua di bawah kondisi persamaan kesempatan yg sama.
Jalan keluar utama utk memecahkan ketidakadilan distribusi ekonomi oleh pasar
adalah dg mengatur sistem dan struktur sosial agar terutama menguntungkan
kelompok yg tdk beruntung.
5.
Jalan Keluar
Atas Masalah Ketimpangan Ekonomi
a.
Terlepas dari kritik-kritik thd teori Rawls, kita akui
bahwa Rawls mempunyai pemecahan yg cukup menarik dan mendasar atas ketimpangan
ekonomi. Dengan memperhatikan secara serius kelemahan-kelemahan yang
dilontarkan, kita dapat mengajukan jalan keluar tertentu yang sebenarnya
merupakan perpaduan teori Adam Smith yang menekankan pada pasar, dan juga teori
Rawls yang menekankan kenyataan perbedaan bahkan ketimpangan ekonomi yang
dihasilkan oleh pasar.
b.
Harus kita akui bahwa pasar adalah sistem ekonomi
terbaik hingga sekarang, karena dari kacamata Adam Smith maupun Rawls, pasar
menjamin kebebasan berusaha secara optimal bagi semua orang. Karena itu
kebebasan berusaha dan kebebasan dalam segala aspek kehidupan harus diberi
tempat pertama.
c.
Negara dituntut utk mengambil langkah dan
kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki keadaan sodial dan ekonomi kelompok yang secara obyektif tidak
beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri.
d.
Dengan mengandalkan kombinasi mekanisme pasar dan
kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus ditujukan untuk membantu kelompok
yang secara obyektif tidak mampu memanfaatkan peluang pasar secara maksimal.
Dalam hal ini penentuan kelompok yang mendapat perlakuan istimewa harus
dilakukan secara transparan dan terbuka. Langkah dan kebijaksanaan ini mencakup
pengaturan sistem melalui pranata politik dan legal, sebagaimana diusulkan oleh
Rawls, tetapi harus tetap selektif sekaligus berlaku umum. Jalan keluar ini
sama sekali tidak bertentangan dengan sistem ekonomi pasar karena sistem
ekonomi pasar sesungguhnya mengakomodasi kemungkinan itu.
Perlindungan
Konsumen
1.
Pengertian
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
2.
Alasan Pokok
Perlindungan Konsumen
a.
Melindungi konsumen berarti melindungi seluruh bangsa
sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan UUD
1945.
b.
Melindungi konsumen diperlukan untuk melahirkan
manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebahai pelaku-pelaku pembangunan
yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional.
c.
Melindungi konsumen diperlukan untuk menghindarkan
konsumen dari dampak negatif penggunaan tekonologi.
d.
Melindungi konsumen dimaksudkan untuk menjamin sumber
dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.
3.
Asas dan
Tujuan
Perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan asas yang relevan dengan
pembangunan nasional. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999,
terdapat lima asas perlindungan konsumen, yaitu:
a.
Asas Manfaat
Asas manfaat adalah segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen yang harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
b.
Asas Keadilan
Asas keadilan adalah segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen dimana memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
c.
Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah upaya memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
maupun spiritual.
d.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas ini bertujuan untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e.
Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum, yakni baik pelaku maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaran
perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Sementara itu, tujuan dari perlindungan konsumen adalah:
a.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri.
b.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen.
d.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
e.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha.
f.
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
4.
Hak dan
Kewajiban Konsumen
Perlindungan konsumen mengatur
hak-hak yang patut diperoleh oleh konsumen. Hal ini diatur dalam Pasal 4
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yaitu:
a.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan.
c.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.
e.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.
Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
h.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Selain hak-hak yang patut diperoleh
oleh konsumen, diatur pula kewajiban yang harus dilakukan oleh konsumen. Hal
ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yaitu:
a.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa.
c.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
Metode
Penulisan
Pada penulisan ini penuli mencari
informasi yang ada dari sumber-sumber di internet sebanyak-banyaknya mengenai keadilan
dalam bisnis agar. Data penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana
pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti
dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, laporan, jurnal,
dan lain-lain.
Pembahasan
Contoh
Kasus “Perlindungan Hukum terhadap barang jaminan pada Perum Pegadaian”
Pelaksanaan ganti
rugi/kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hanya meliputi
pengembalian atau penggantian barang, dan/jasa yang sejenis atau setara
nilainya, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau ganti kerugian yang dianut adalah ganti kerugian subjektif.
Perlindungan Hukum
terhadap konsumen dalam kasus ganti kerugian terhadap barang jaminan di
Pegadaian yang hilang, baik jaminan mobil, barang gudang, emas dan permata (berlian)
dengan contoh sebagai berikut:
Ganti
Kerugian Anggunan Mobil
Penetapan taksiran untuk barang jaminan berupa satu buah
mobil Toyota kijang Krista tahun 2000 dengan kondisi semua baik dan lengkap,
HPS (Harga Pasar Setempat) yang kita tetapkan sebesar Rp 140 juta. Dengan
patokkan taksiran sebesar 75% maka didapat nilai taksiran sebesar Rp 105
juta. Lalu jika karena satu hal anggunan mobil ini hilang atau rusak
seluruhnya di pegadaian maka ganti rugi yang akan diberikan kepada konsumen/nasabah
adalah sebesar Rp 140 juta sesuai Harga Pasar Setempat atau berupa mobil yang
setara nilainya. Berarti setelah nasabah menebus UP+SM dari pinjaman anggunan
yang hilang tersebut.
Perhitungan ganti kerugian terhadap anggunan yang hilang
apabila mengacu pada sistim subyektif sebagaimana yang dianut
Undang-undang Perlindungan Konsumen cukup mendekati kewajaran harga dan sejalan
dengan azas ganti kerugian bahwa kerugian harus dibayar sedapat mungkin membuat
pihak yang rugi dikembalikan pada kedudukan semula.
Dan hal ini apabila dikaitkan pada pada Aturan Dasar
Pegadaian (ADP) pasal 13 ayat 4, Pegadaian diberi kewenangan legal untuk
memberi nasabah ganti rugi atas barang yang hilang atau rusak lebih besar dari
125% yang dihitung berdasarkan harga pasar. Harga pasar yang dimaksud tentu
harga yang berlaku umum, tidak kerendahan atau ketinggian.’
Apakah pemberi ganti rugi 125% dari taksiran anggunan yang
kita janjikan kepada nasabah sudah sesuai dengan praktik bisnis yang sehat?
Masalah dapat terjadi bilamana nasabah tidak mau menerima ganti rugi yang
ditawarkan pegadaian sebesar 125% dari taksiran anggunan versi pegadaian karena
beranggapan taksiran pegadaian tidak berpedoman kepada harga pasar yang berlaku
umum.
Sebenarnya dengan tidak memandang besarnya nilai taksiran
suatu anggunan kita dapat menetapkan kebijakan ganti rugi adalah sebesar 100%
Harga pasar. Artinya kita mengadopsi pendapat ganti rugi yang diberikan harus
dapat memberi kemampuan bagi nasabah untuk membeli kembali barang serupa yang
hilang. Sehingga kita tidak perlu repot menetapkan suatu prosentase tertentu
dari nilai taksiran anggunan . Karena bagaimanapun , ganti rugi yang fair tetap
harus dikaitkan dengan harga pasar yang wajar. Bukankah nilai taksiran yang
kita tetapkan untuk suatu anggunanpun asalnya dari patokan taksiran yang
dikalikan harga pasar ? Sehingga jika kita merevisi kebijakan ganti rugi
sebesar 125% dari harga pasar dan bukan 125% dari taksiran yang hilang atau
rusak, maka kita sudah jauh lebih maju dalam menghargai nilai ekonomis dan
nilai historis serta nilai psikologis anggunan milik nasabah. Tambahan 25%
tersebut kita berikan sebagai pengakuan dan penghargaan kita terhadap anggunan
nasabah yang mungkin memiliki nili-nilai spesifik bagi nasabah pemiliknya.
Perum pegadaian tidak mengingkari kelaziman pemberian
ganti rugi dalam praktik berbisnis. Ganti rugi diberikan kepada nasabah
bilamana terjadi kerusakan anggunan yang disebabkan kelalaian Pegadaian atau terjadi
kehilangan anggunan milik nasabah yang disebabkan kasus pencurian, perampokan.
Namun ganti rugi tidak diberikan dalam kasus force majeur
seperti jika terjadi banjir, kerusuhan, huruhara, kebakaran,
gempabumi, angin topan dan lain-lain.
Kendati Buku Tata Pekerjaan (BTP) sudah dinyatakan tidak
berlaku lagi namun sebagai perbandingan kita kutip ketentuan mengenai pemberian
ganti rugi yaitu pada Pasal (6) disebutkan:
Uang ganti rugi hanya boleh dibayar, jika barang jaminan
seluruhnya atau sebahagian hilang atau rusak disebabkan: terbakar, basah,
dimakan binatang (rayap, ngengat, tikus dsb) atau sebab-sebab lain yang dalam
keadaan biasa seharusnya dapat dicegah oleh Perjan Pegadaian seperti:
kehilangan karena pencurian atau sebab kekeliruan dari penggelapan oleh pegawai
Perjan Pegadaian.
Uang ganti rugi (sebesar 125% taksiran ) hanya boleh
dibayarkan sesudah UP + uang bunga yang harus dibayar telah diterima dari
peminjam dan uang ini juga sudah dibukukan dalam contoh B seperti pelunasan
biasa. Akan tetapi dapat terjadi hanya dibayar uang ganti rugi atas sebagian
dari barang jaminan saja.
Dalam Operasional Kantor Cabang (POKC) sebagai pengganti BTP
ternyata tidak ditemukan lagi ketentuan yang mengatur pemberian ganti rugi ini.
Mungkin pembuat POKC berpendapat hal ini cukup diatur dibagian belakang SBK
saja, pada hal ini aturan penting yang menyangkut ketegasan pemberian ganti
rugi terhadap harta nasabah yang diagunkan dipegadaian. Perbedaan pandapat
antara nasabah dan pegadaian dalam pemberian ganti rugi ini dapat memicu
tuntutan nasabah kepengadilan. Pengadilan berhak memutuskan apakah pemberian
ganti rugi versi pegadaian telah patut , wajar dan adil.
Dalam aturan dasar pengadilan Lembaran Negara Nomor 81 Tahun
1928 Pasal 13 ayat (4) Instruksi Perdana mentri Nomor. 3/2/1956 pada
intinya disebutkan bahwa ganti rugi diatas 125 % dapat diberikan dengan dasar
perhitungan menurut harga pasar yang berlaku.
Ganti
rugi yang diberikan kepada nasabah adalah biaya yang wajar atas resiko
operasional perusahaan dalam praktik bisnis yang melibatkan pelanggan akibat anggunan
hilang atau rusak. Ganti rugi tersebut harus memenuhi unsur-unsur:
1.
Sebagai pengakuan bahwa perusahaan telah lalai menjaga
keamanan anggunan milik nasabah.
2.
Sebagai pengakuan bahwa perusahaan menghargai arti
penting anggunan tersebut yang mungkin memiliki nilai psikologis bagi nasabah.
3.
Sebagai pelipur duka nasabah atas hilang atau rusaknya anggunan
tersebut kendati mungkin barang yang hilang /rusak memiliki nilai ekonomi yang
relatif murah.
4.
Sebagai tanggung jawab perusahaan secara materi kepada
nasabah sehingga nasabah dapat menggantinya dengan membeli kembali harta serupa
yang hilang saat diagunkan dipegadaian.
Penutup
Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap kosumen Pegadaian dalam
pembayaran ganti rugi barang jaminan belum mencerminkan keadilan. Dan belum
sejalan dengan yang dimaksudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Demi
kepastian hukum dalam memperoleh perlindungan hukum bagi konsumen yang
tekait dalam kasus ganti rugi barang jaminan, maka dalam klausa-klausa
perjanjian harus mencerminkan keadilan para pihak agar terwujud rasa keadilan. Oleh
karena itu, dalam ganti rugi agar terwujud rasa keadilan harus memenuhi
unsur-unsur:
1.
Sebagai pengakuan bahwa perusahaan telah lalai menjaga
keamanan anggunan milik nasabah.
2.
Sebagai pengakuan bahwa perusahaan menghargai arti
penting anggunan tersebut yang mungkin memiliki nilai psikologis bagi nasabah.
3.
Sebagai pelipur duka nasabah atas hilang atau rusaknya anggunan
tersebut kendati mungkin barang yang hilang /rusak memiliki nilai ekonomi yang
relatif murah.
4.
Sebagai tanggung jawab perusahaan secara materi kepada
nasabah sehingga nasabah dapat menggantinya dengan membeli kembali harta serupa
yang hilang saat diagunkan dipegadaian.
Saran
Selain memenuhi unsur-unsur tersebut diatas, hal ini juga
berlaku untuk seluruh pelaku bisnis agar selalu memperhatikan tanggung jawab
sosial perusahaan baik bagi konsumen (masyarakat) dan lingkungan sekitar. Dengan
disertai sikap kedewasaan perusahaan dan kearifan serta tanggung jawab sosial diharapkan
dapat mewujudkan perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Daftar Pustaka
Gusman, Delfina dan Henny
Andriani. 2013. Perlindungan Hukum
Terhadap Konsumen atas Kasus Ganti Rugi Barang Jaminan pada Perum
Pegadaian. Dalam: http://fhuk.unand.ac.id/en/kerjasama-hukum/menuartikeldosen-category/932-perlindungan-hukum-terhadap-konsumen-atas-kasus-ganti-rugi-barang-jaminan-article.html
Hidayaturrahman,
Ahmad. Tanpa Tahun. Hukum Perlindungan
Konsumen. Dalam: https://www.academia.edu/7082764/Hukum_perlindungan_konsumen
Melly.
2009. Keadilan dalam Bisnis. Dalam: http://m31ly.wordpress.com/2009/11/13/6/
Rodhiyah.
Tanpa Tahun. Etika Bisnis dan Keadilan
Konsumen. Dalam: http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/33608792/aytuk_sadam.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1415602988&Signature=SS9EJ0eNEbFlifJOpVlC0%2BUycXY%3D
Santi,
Meli. 2013. Keadilan dalam Bisnis.
Dalam: http://melisanti91.blogspot.com/2013/10/keadilan-dalam-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar