Halaman

Rabu, 26 Maret 2014

LANDASAN POKOK PENALARAN


LANDASAN POKOK PENALARAN


1.    Pikiran dan Penalaran
Menurut Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip penalaran. Bernalar mengarah pada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena penalaran mendidik manusi bersikap objektif, tegas, dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi”.
 Sudarminta, (2002 : 39),  mengungkapkan “Kegiatan berpikir (dalam arti luas) memang lebih dari sekedar bernalar. Tetapi kegiatan pokok pikiran dalam mencari pengetahuan adalah penalaran. Maka, pikiran dan penalaran merupakan hal yang mendasari dan memungkinkan pengetahuan. Tanpa pikiran dan penalaran tak mungkin ada pengetahuan. Penalaran sendiri merupakan proses bagaimana pikiran menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya telah diketahui”.
Sedangkan Widjono, (2007 : 209), mengungkapkan penalaran dalam beberapa definisi, yaitu:
1)     Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling erhubungan sampai dengan simpulan.
2)      Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan.
3)     Proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru.
4)  Dalam karangan terdiri dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan.
5)  Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.


2.    Jenis Penalaran
Minto Rahayu, (2007 : 41), penalaran dapat dibedakan dengan cara induktif dan deduktif.
1)     Penalaran induktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena atau gejala individual untuk menurunken suatu kesimpulan (inferesi) yang berlaku umum.
Proses induksi dapat dibedakan menjadi:
(a)   Generalisasi
Ialah proses berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
(b)   Analogi
Ialah suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri esensial penting yang bersamaan.
(c)    Sebab akibat
Prinsip umum hubungan sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya.
2)     Penalaran deduktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan bagian dari hal atau gejala diatas.

Sudarminta, (2002 : 39), membagi penalaran menjadi 3 jenis, yaitu:
1)     Induksi
Adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan umum (universal) dari berbagai kejadian atau kasus khusus (partikular).
2)     Deduksi
Adalah bentuk penalaran yang berangkat dari suatu pernyataan atau hukum umum ke kejadian khusus yang secara niscaya dapat diturunkan dari pernyataan atau hukum umum tersebut.
3)     Abduksi
Adalah penalaran untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan kebenarannya masih perlu diuji coba.


3.    Logika
Istilah logika berasal dari bahasa Yunani, logos, artinya sabda, pikiran, ilmu. Secara etimologis, logika adalah ilmu tentang pikiran atau ilmu menalar.
Menurut Rafael Raga Maran, (2007 : 3), “ ... logika dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat.... Logika juga didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Definisi ini menekankan dua hal, pertama, logika sebagai ilmu pengetahuan; kedua, logika sebagai kecakapan. Sebagai ilmu pengetahuan, logika merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis sehingga membentuk suatu kesatuan serta memberikan penjelasan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip pemikiran yang tepat.... Sebagai kecakapan, logika merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran yang tepat itu dalam praktik. Kecakapan itu tampak secara nyata, terutama dalam kemampuan untuk membangun argumen-argumen sendiri secra tepat dan mengevaluasi argumen-argumen orang lain”.
Sedangkan Sudarminta, (2002 : 40), menyatakan “Kegiatan penalaran tidak dapat dilakukan lepas dari logika. Tidak sembarang kegiatan berpikir dapat disebut penalaran. Penalaran adalah kegiatan berpikir seturut asa kelurusan berpikir atau sesuai dengan hukum logika”.


4.    Logika dan Bahasa
Jan Hendrik Rapar, (2003 : 16), mengungkapkan “... setiap orang yang menalar selalu menggunakan bahsa, baik bahasa yang digunakan dalam pikiran, bahasa yang diucapkan dengan mulut, maupun bahasa tertulis. Dengan demikian, jelas bahwa bahasa adalah alat berpikir. Bahasa adalah alat bernalar”.
Bahasa juga sangat berkaitan dengan logika. Logika membahas mengenai proses dari suatu penalaran dan diungkapkan melalui bahasa demi kebenaran dari proses penalaran.

5.    Hukum Dasar Logika
Jan Hendrik Rapar, (2003 : 18), menerangkan 4 hukum dasar logika atau yang dikenal dengan sebutan “Postulat Universal Penalaran” (Universal Postulates of All Reasonings) oleh John Stuart Miller (1806 – 1873) atau “Aksioma Inferensi” (Axioms of Inference) oleh Friedrich Uberweg (1826 – 1871), tiga yang pertama dirumuskan oleh Aristoteles dan yang keempat oleh Gottfried Wilhelm Leibniz, yaitu:
1)     Principium Identitatis (Law of Identity)
Yang berarti hukum kesamaan, adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan “sesuatu itu sendiri”.
2)     Principium Contradictionis (Law of contradiction)
Yang berarti hukum kontradiksi, adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu pada waktu yang sama adalah “sesuatu itu dan bukan sesuatu itu”. Yang dimaksudkan adalah mustahil ada sesuatu hal yang pada waktu yang bersamaan saling bertentangan. Sir William Hamilton (1788 – 1856) menyebut hukum ini sebagai “hukum tanpa pertentangan” (Law of No Contradiction) karena kaidah itu menegaskan bahwa tidak boleh ada sesuatu yang pada waktu yang sama saling bertentangan.
3)     Principium Exclusi Tertii (Law of Excluded Midlle)
Yang berarti hukum penyisihan jalan tengah, adalah kaidah yang menjelaskan bahwa sesuatu adalah hal itu sendiri tidak ada kemungkinan ketiga sebagai jalan tengah.
4)     Principium Rationis Sufficientis (Law of Sufficient Reason)
Yang berarti hukum cukup alasan, ialah kaidah yang melengkapi hukum kesamaan (Principium Identitatis). Hukum cukup alasan menyatakan bahwa jika perubahan terjadi pada sesuatu, maka perubahan haruslah memliki alasan yang cukup. Hal itu berarti bahwa tidak ada perubahan yang terjadi begitu saja tanpa alasan rasional yang memadai sebagai penyebab perubahan itu.
Jadi, dapat disimpulkan dari penjelasan mengenai hukum dasar logika diatas bahwasannya dasar dari logika adalah tetap, segala pemikiran yang akan dijelaskan dilandaskan pada bukti yang autentik dan tidak dapat berubah, maka hasilnya sesuai dengan data yang ada. Mustahil hal di waktu yang bersamaan saling bertentangan. Tidak ada kemungkinan atau pendugaan (hipotesis) yang ketiga, hasil dari penalaran dan logika tidak akan memiliki kemungkinan ketiga hanya akan ada hasil “Ya dan Tidak”. Dan logika tidak dapat diubah tanpa alasan atau bukti yang cukup kuat untuk merubahnya.


6.    Manfaat Penalaran
Secara singkat manfaat penalaran dapat dikategorikan sebagai berikut:
1)  Penalaran menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip-prinsip logika yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan.
2) Penalaran menambah daya berpikir logika dan dengan demikian melatih dan mengembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual.
3)  Penalaran mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu kita peroleh berdasarkan autoritas, emosi, dan prasangka.
4)  Penalaran  membantu kita untuk mampu berpikir sendiri dan tahu memberakan yang benar dari yang palsu.
5)  Penalaran membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan teratur karena dengan berpikir demikian ia dapat memperoleh kebenaran dan menghindari kesehatan.





Daftar Pustaka


Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.

Maran, Rafael Raga. 2007. Pengantar Logika. Jakarta : Grasindo.

Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.

Rapar, Jan Hendrik. 2003. Pengantar Logika. Yogyakarta : Kanisius.

Sinastrya, Ersza., dkk.  2012. Makalah Penalaran Induktif dan Deduktif . Dalam http://wolles14.wordpress.com/2012/03/27/makalah-penalaran-induktif-dan-deduktif/

Sudarminta. 2002. Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta : Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar