LANDASAN POKOK PENALARAN
1.
Pikiran dan Penalaran
Menurut
Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis
untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak
ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan
teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala
aktifitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip
penalaran. Bernalar mengarah pada berpikir
benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena
penalaran mendidik manusi bersikap objektif,
tegas, dan berani, suatu sikap
yang dibutuhkan dalam segala kondisi”.
Sudarminta,
(2002 : 39), mengungkapkan “Kegiatan
berpikir (dalam arti luas) memang lebih dari sekedar bernalar. Tetapi kegiatan
pokok pikiran dalam mencari pengetahuan adalah penalaran. Maka, pikiran dan
penalaran merupakan hal yang mendasari dan memungkinkan pengetahuan. Tanpa pikiran
dan penalaran tak mungkin ada pengetahuan. Penalaran sendiri merupakan proses
bagaimana pikiran menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya telah
diketahui”.
Sedangkan
Widjono, (2007 : 209), mengungkapkan penalaran dalam beberapa definisi, yaitu:
1) Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan
yang saling erhubungan sampai dengan simpulan.
2)
Menghubung-hubungkan
fakta atau data sampai dengan suatu simpulan.
3) Proses
menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian
baru.
4) Dalam
karangan terdiri dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan
mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubungkan variabel yang dikaji
sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan.
5) Pembahasan
suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau
pengertian baru.
2.
Jenis
Penalaran
Minto
Rahayu, (2007 : 41), penalaran dapat dibedakan dengan cara induktif dan deduktif.
1)
Penalaran
induktif
Ialah
proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena atau gejala
individual untuk menurunken suatu kesimpulan (inferesi) yang berlaku umum.
Proses
induksi dapat dibedakan menjadi:
(a)
Generalisasi
Ialah
proses berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat
tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala
serupa.
(b)
Analogi
Ialah
suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau inferensi tentang kebenaran
suatu gejala khusus berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri esensial penting yang bersamaan.
(c)
Sebab akibat
Prinsip
umum hubungan sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada
penyebabnya.
2)
Penalaran
deduktif
Ialah
proses berpikir yang bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum tentang
suatu hal atau gejala atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu
yang khusus, yang merupakan bagian dari hal atau gejala diatas.
Sudarminta, (2002 : 39), membagi penalaran menjadi 3 jenis, yaitu:
Sudarminta, (2002 : 39), membagi penalaran menjadi 3 jenis, yaitu:
1)
Induksi
Adalah
proses penalaran untuk menarik kesimpulan umum (universal) dari berbagai kejadian atau kasus khusus (partikular).
2)
Deduksi
Adalah
bentuk penalaran yang berangkat dari suatu pernyataan atau hukum umum ke
kejadian khusus yang secara niscaya dapat diturunkan dari pernyataan atau hukum
umum tersebut.
3)
Abduksi
Adalah
penalaran untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang
kemungkinan kebenarannya masih perlu diuji coba.
3.
Logika
Istilah
logika berasal dari bahasa Yunani, logos, artinya sabda, pikiran, ilmu. Secara
etimologis, logika adalah ilmu tentang pikiran atau ilmu menalar.
Menurut
Rafael Raga Maran, (2007 : 3), “ ... logika dapat didefinisikan sebagai ilmu
tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan
penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat.... Logika juga
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus
(tepat). Definisi ini menekankan dua hal, pertama, logika sebagai ilmu
pengetahuan; kedua, logika sebagai kecakapan. Sebagai ilmu pengetahuan, logika
merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis sehingga membentuk
suatu kesatuan serta memberikan penjelasan tentang metode-metode dan
prinsip-prinsip pemikiran yang tepat.... Sebagai kecakapan, logika merupakan
suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran yang tepat itu dalam
praktik. Kecakapan itu tampak secara nyata, terutama dalam kemampuan untuk
membangun argumen-argumen sendiri secra tepat dan mengevaluasi argumen-argumen
orang lain”.
Sedangkan
Sudarminta, (2002 : 40), menyatakan “Kegiatan penalaran tidak dapat dilakukan lepas
dari logika. Tidak sembarang kegiatan berpikir dapat disebut penalaran. Penalaran
adalah kegiatan berpikir seturut asa kelurusan berpikir atau sesuai dengan
hukum logika”.
4.
Logika dan Bahasa
Jan Hendrik Rapar, (2003 : 16),
mengungkapkan “... setiap orang yang menalar selalu menggunakan bahsa, baik
bahasa yang digunakan dalam pikiran, bahasa yang diucapkan dengan mulut, maupun
bahasa tertulis. Dengan demikian, jelas bahwa bahasa adalah alat berpikir. Bahasa adalah alat bernalar”.
Bahasa juga sangat berkaitan
dengan logika. Logika membahas mengenai proses dari suatu penalaran dan
diungkapkan melalui bahasa demi kebenaran dari proses penalaran.
5.
Hukum Dasar Logika
Jan Hendrik Rapar, (2003 : 18),
menerangkan 4 hukum dasar logika atau yang dikenal dengan sebutan “Postulat
Universal Penalaran” (Universal
Postulates of All Reasonings) oleh John Stuart Miller (1806 – 1873) atau “Aksioma
Inferensi” (Axioms of Inference) oleh
Friedrich Uberweg (1826 – 1871), tiga yang pertama dirumuskan oleh Aristoteles
dan yang keempat oleh Gottfried Wilhelm Leibniz, yaitu:
1) Principium Identitatis (Law of Identity)
Yang berarti hukum kesamaan, adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa
sesuatu hanya sama dengan “sesuatu itu sendiri”.
2) Principium Contradictionis (Law of
contradiction)
Yang berarti hukum kontradiksi, adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa
tidak mungkin sesuatu pada waktu yang sama adalah “sesuatu itu dan bukan
sesuatu itu”. Yang dimaksudkan adalah mustahil ada sesuatu hal yang pada waktu
yang bersamaan saling bertentangan. Sir William Hamilton (1788 – 1856) menyebut
hukum ini sebagai “hukum tanpa pertentangan” (Law of No Contradiction) karena kaidah itu menegaskan bahwa tidak
boleh ada sesuatu yang pada waktu yang sama saling bertentangan.
3) Principium Exclusi Tertii (Law of
Excluded Midlle)
Yang berarti hukum penyisihan jalan tengah, adalah kaidah yang menjelaskan bahwa
sesuatu adalah hal itu sendiri tidak ada kemungkinan ketiga sebagai jalan
tengah.
4) Principium Rationis Sufficientis (Law of
Sufficient Reason)
Yang berarti hukum cukup alasan, ialah kaidah yang melengkapi hukum kesamaan (Principium Identitatis). Hukum
cukup alasan menyatakan bahwa jika perubahan terjadi pada sesuatu, maka
perubahan haruslah memliki alasan yang cukup. Hal itu berarti bahwa tidak ada
perubahan yang terjadi begitu saja tanpa alasan rasional yang memadai sebagai
penyebab perubahan itu.
Jadi, dapat disimpulkan dari
penjelasan mengenai hukum dasar logika diatas bahwasannya dasar dari logika adalah
tetap, segala pemikiran yang akan dijelaskan dilandaskan pada bukti yang
autentik dan tidak dapat berubah, maka hasilnya sesuai dengan data yang ada. Mustahil
hal di waktu yang bersamaan saling bertentangan. Tidak ada kemungkinan atau
pendugaan (hipotesis) yang ketiga, hasil dari penalaran dan logika tidak akan
memiliki kemungkinan ketiga hanya akan ada hasil “Ya dan Tidak”. Dan logika
tidak dapat diubah tanpa alasan atau bukti yang cukup kuat untuk merubahnya.
6.
Manfaat Penalaran
Secara singkat manfaat penalaran dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1) Penalaran menyatakan, menjelaskan,
dan mempergunakan prinsip-prinsip logika yang dapat dipakai dalam semua
lapangan ilmu pengetahuan.
2) Penalaran
menambah daya berpikir logika dan dengan demikian melatih dan mengembangkan
daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual.
3)
Penalaran
mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu kita peroleh berdasarkan autoritas,
emosi, dan prasangka.
4)
Penalaran membantu kita untuk mampu berpikir sendiri dan
tahu memberakan yang benar dari yang palsu.
5)
Penalaran
membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan teratur karena dengan
berpikir demikian ia dapat memperoleh kebenaran dan menghindari kesehatan.
Daftar Pustaka
Hs,
Widjono. 2007. Bahasa Indonesia Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.
Maran,
Rafael Raga. 2007. Pengantar Logika. Jakarta
: Grasindo.
Rahayu,
Minto. 2007. Bahasa Indonesia Di
Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.
Rapar,
Jan Hendrik. 2003. Pengantar Logika. Yogyakarta
: Kanisius.
Sinastrya,
Ersza., dkk. 2012. Makalah Penalaran Induktif dan Deduktif . Dalam http://wolles14.wordpress.com/2012/03/27/makalah-penalaran-induktif-dan-deduktif/
Sudarminta.
2002. Epistemologi Dasar Pengantar
Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta : Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar