Salah
satu cara yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk memperkenalkan
dan menjual produknya adalah dengan dilakukannya
promosi. Promosi bisa dilakukan dengan berbagai macam
cara, salah satunya yaitu dengan iklan. Sebuah perusahaan untuk mempromosikan
produknya, iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari
produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak bisa hanya untuk target
marketnya saja baik secara khusus dan langsung, tetapi pasti ditonton atau
dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan seluruh masyarakat bahkan yang bukan
target marketnya. Tujuan penulisan tugas ini adalah untuk mengetahui
prinsip-prinsip moral yang perlu dalam iklan dan untuk mengetahui contoh iklan
yang berkaitan dalam etika.
PENDAHULUAN
Salah
satu cara yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk menjual produknya adalah dengan dilakukannya
promosi, dengan adanya promosi, maka masyarakat bisa
mengenal produk yang ditawarkan atau dijual oleh perusahaan tersebut. Promosi
bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalahiklan.
Iklan harus dibuat semenarik dan sedramatis mungkin sehingga dapat menonjolkan kelebihan dari sebuah
produk serta mau tidak mau
masyarakat akan tertarik untuk memperhatikannya. Iklan tersebut ditayangkan tidak hanya untuk target pasarnya saja baik secara khusus dan langsung, melainkan
dapat ditonton atau dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan
seluruh masyarakat bahkan yang bukan target pasarnya.
Hampir setiap
hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media–media massa, baik cetak
maupun elektronik. Akibatnya seakan–akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup
sehari–hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan.Memang, inilah
sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan
sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa
yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan.Tanpa kita sadari, iklan ternyata
sungguh-sungguh ditampilkan sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang
mempengaruhi sebagian besar hidup kita, terutama sehubungan dengan upaya
mendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan.
Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana
komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggung-jawabkan
materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat, agar masyarakat tidak
merasa tertipu oleh sajian–sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak
mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan.Dalam
konteks pemikiran seperti inilah kita perlu suatu pemikiran yang bisa
menyadarkan kita akan pentingnya memiliki kesadaran moral di hadapan
propaganda-propaganda iklan.
LANDASAN TEORI
Pengertian
Etika
Istilah Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata“etika”yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethosmempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan atau adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Sedangkan artita ethayaitu
adat kebiasaan.
Arti dari bentuk
jamak inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah Etikayang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu
ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan.
Bertens (2000)
berpendapat bahwa arti kata “etika” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik,
karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan
susunannya menjadi seperti berikut:
1. Nilai dan norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
2. Kumpulan asas atau
nilai moral.
3. Ilmu tentang yang baik
atau buruk.
.
Pengertian
Iklan
Menurut Thomas
M. Garret SJ
(1961 : 1), iklan dipahami sebagai aktivitas–aktivitas yang lewatnya pesan–pesan
visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan
atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau
untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea,
institusi-institusi ataupribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Sebagai kekuatan
utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk
menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara
konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup
dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat
cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan
jasa yang yerus meningkat.Di sini sebenarnya iklan melakonkan tiga peran
sekaligus, yaitu sebagai berikut:
1. Iklan Informatif
Jenis iklan ini
bertujuan untuk menginformasikan secara objektif kepada konsumen kualitas dari
barang tertentu yang diproduksi, nilai-lebih dari barang tersebut,
fungsi-fungsinya, harga serta tingkat kelangkaannya.
2. Iklan Persuasif atau Sugestif
Jenis iklan ini tidak
sekadar menginformasikan secara objektif barang dan jasa yang tersedia, tetapi
menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan barang dan jasa yang diiklankan. Kalau
pada iklan informatif yang mau dicapai adalah bagaimana masyarakat bisa
memenuni kebutuhannya, maka pada iklan persuasif justru kebutuhan akan barang
dan jasa itu sendiri yang hendak diciptakan.
3.
Iklan Kompetitif.
Jenis iklan ini lebih
dimaksud untuk mempertahankan serta memproteksi secara kompetitif kedudukan
produsen di hadapan pelaku produksi lainnya.
Fungsi
Periklanan
1.
Iklan sebagai pemberi informasi
Sehubungan
dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada 3 pihak
yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang
disampaikan sebuah iklan:
a) Produsen yang memiliki produk
tersebut.
b) Biro iklan yang mengemas iklan
dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif dan sebagainya.
c)
Bintang iklan
Perkembangan dimasa yang akan datang, iklan
informatif akan lebih digemari, karena:
a) Masyarakat semakin kritis dan
tidak lagi mudah dibohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak
mengukapkan kenyataan secara sebenarnya.
b) Masyarakat sudah bosan atau muak
dengan berbagai iklan yang hanya melebih-lebihkan suatu produk.
c)
Peran Lembaga Konsumen yang
semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi
tantangan serius bagi iklan.
2.
Iklan sebagai pembentuk pendapat
umum
Dalam hal
ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha
mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik
konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang
manipulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen
membeli produk tersebut. Karena itu model iklan ini juga disebut sebagai iklan
manipulatif.
Faktor-faktor dalam Periklanan
Kriteria yang
dipakai untuk menentukan faktor kunci adalah apakah informasi tersebut akan
mempengaruhi pilihan iklan yang digunakan.
1.
Pemilihan waktu Ini selalu
penting dan dapat dibagi menjadi beberapa segi
a)
Kapan konsep pemasaran harus
siap.
b) Kapan iklan tersebut akan
berjalan
c) Berapa lama iklan tersebut akan
berjalan Pemilihan waktu pada setiap tahap akan sangat mempengaruhi apa yang
dapat dan tidak dapat tercapai.
2.
Pasar sasaran
Pasar sasaran
menentukan ciri kelompok yang dituju : umur, lokasi, kelas sosial, jenis
kelamin, dan frekuensi pembelian. Untuk pasar perusahaan ini akan membedakan
menurut besarnya perusahaan dan jenis usahanya.
3.
Perubahan-perubahan dalam pasar
Adalah menentukan
hal-hal penting dari apa yang sedang terjadi dalam pasar, apakah pasar
membaik atau memburuk, apa yang sedang dilakukan para pesaing, apakah dampak
musiman dan lain-lain. Umumnya informasi ini tersedia banyak sekali dan
karenanya kita harus selektif.
4.
Nilai produk atau jasa
Bagaimana atau
apa yang dimiliki oleh produk atau jasa yang ditawarkan apakah rasanya sangat
menyenangkan atau kasar.
5.
Pengalaman masa lalu
Hindari
pemborosan waktu dengan tidak menggunakan yang dulu ternyata gagal, gagasan
yang dibuang atau bonus yang dapat diterima secara etis.
Keuntungan
dari Adanya Iklan
a) Adanya informasi kepada
konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan” produk tersebut.
b) Adanya kompetisi
sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen.
c) Memberikan subsidi
kepada mediamassa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya
rendah.
Perkembangan Singkat Periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia
telah ada sejak lebih dari seabad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat
di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di
Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8
halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut
bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang
mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui
surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De Locomotief yang
beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di kota Paris. Iklan
di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar,
karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat
kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh
penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.
METODE PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini,
penulis menggunakan metode searching di Internet, yaitu dengan membaca referensi–referensi
yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas ini.
Penulis juga memperoleh data dari pengetahuan yang penulis
ketahui. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik seperti
menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang iklan dalam
etika dan estetika.
PEMBAHASAN
Makna Etika dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi iklan
pada akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat.
Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan
dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling
relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang
membuat pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya
konsumen adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan
yang baik:
a)
Etis
Berkaitan dengan kepantasan.
b)
Estetis
Berkaitan dengan kelayakan.
c) Artistik
Bernilai seni sehingga mengundang
daya tarik khalayak.
Etika secara
umum:
a) Jujur
Tidak memuat konten yang tidak
sesuai dengan kondisi produk.
b)
Tidak memicu konflik SARA.
c) Tidak mengandung pornografi.
d)
Tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
e)
Tidak melanggar etika bisnis
Contoh: saling menjatuhkan produk
tertentu dan sebagainya.
f)
Tidak plagiat.
Etika Periklanan di Indonesia
1.
Diatur dalam Etika Pariwara
Indonesia (EPI)
EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya
melalui dua tatanan, yaitu:
a) Tata Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan
tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang
dibahas meliputi:
(1)
Tata krama isi iklan.
(2)
Tata krama raga iklan.
(3)
Tata krama pemeran iklan.
(4)
Tata krama wahana iklan.
b)
Tata Cara (Code of Practices)
Hanya mengatur
praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan
yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan.
2.
Tata Cara Beriklan Diatur dalam
Hukum
a)
UUPK (Undang-Undang Perlindungan
Konsumen)
UUPK mengatur mengenai periklanan di Indonesia. Tujuan dari suatu
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
(1)
Meningkatkan kesadaran, kemampuan
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
(2)
Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang
dan/atau Jasa.
(3)
Meningkatkan pemberdayaan
konsumen daalm memilih menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
(4)
Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi.
(5)
Menumbuhkan kesadaran pelaku
usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
(6)
Meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
b)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang PERS
Pers
berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS
(untuk selanjutnya disebut UU Pers) merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala
jenis saluran yang tersedia.
Dalam hal ini
peran pers untuk memenuhi pengetahuan kebutuhan konsumen salah satunya adalah
melalui iklan. Namun iklan tersebut harus diberikan kepada konsumen secara
tepat, akurat dan benar. Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk:
(1)
Memuat iklan yang dapat
merendahkan martabat suatu agama dan/atau kerukunan hidup antar umat beragama
serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
(2)
Memuat iklan minuman keras,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
(3)
Memuat iklan dengan peragaan rokok
dan/atau penggunaan rokok.
c)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997
tentang Penyiaran
Periklanan dapat dilakukan salah satunya melalui penyiaran, yang
terorganisir dalam suatu lembaga penyiaran. Penyiaran menurut Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran (untuk selanjutnya disebut
UU Penyiaran) adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan
menggunakan gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik dan/atau media
lainnya untuk daat diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran
radio dan/atau pesawat penerima siaran televisi atau perangkat elektronik
lainnya dengan atau tanpa alat bantu.
Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1 butir 2 UU Penyiaran adalah
pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar
atau yang berbentuk grafis dan karakter lainnya yang dapat diterima melalui
pesawat penerima siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik
yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu.
d)
Undang-Undang Periklanan
(20/PER/M.KOMINFO/5/2008) dan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
Ada 3 asas umum yang dijadikan dasar dalam Etika Periklanan Indonesia (EPI),
yaitu:
(1)
Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
(2)
Bersaing secara sehat.
(3)
Melindungi dan menghargai
khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Etika Periklanan Indonesia (EPI) adalah sebagai beriku:
1) Hak Cipta Penggunaan, penyebaran,
penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari
materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari
pemilik atau pemegang merek yang sah.
2) Bahasa harus dapat dipahami oleh
khalayak sasaran, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat
menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan
iklan.
3) Tidak menggunakan kata-kata
superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“,
dan atau yang bermakna sama.
4) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”,
”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan
sebagainya, dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait dan
sumber yang otentik.
5) Penggunaan kata ”halal” dalam
iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat
resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
6)
Kata-kata ”presiden”, ”raja”,
”ratu” dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan atau konotasi yang
negatif.
7) Tidak menggunakan kata- kata
“satu-satunya” atau yang bermakna sama.
8) Kata “gratis” atau kata lain yang
bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus
membayar biaya lain.
9) Tanda Asteris (*) digunakan untuk
memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang
bertanda tersebut.
10)
Pencantuman Harga. Harga suatu
produk dicantumkan dengan jelas dalam iklan.
11)
Jika suatu iklan mencantumkan
garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus
dapat dipertanggungjawabkan.
12)
Janji Pengembalian Uang
(warranty)
·
Syarat-syarat pengembalian uang
tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap
· Pengiklan wajib mengembalikan
uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
13) Tidak boleh menimbulkan atau
mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap
takhayul.
14) Tidak boleh –langsung maupun
tidak langsung– menampilkan adegan kekerasan.
15)
Tidak boleh menampilkan adegan
yang mengabaikan segi-segi keselamatan.
16)
Adanya Perlindungan Hak-hak
Pribadi.
17)
Iklan yang menampilkan adegan
hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus
jelas mengungkapkan rentang waktu tersebut.
18)
Tidak boleh menampilkan
penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap
makanan atau minuman.
19) Penampilan uang
·
Penampilan dan perlakuan terhadap
uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan.
·
Iklan pada media cetak tidak
boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun
hitam-putih.
·
Penampilan uang pada media visual
harus disertai dengan tanda“specimen” yang dapat terlihat jelas.
20)
Kesaksian Konsumen (testimony)
·
Pemberian kesaksian hanya dapat
dilakukan atas nama perorangan.
·
Kesaksian konsumen harus
merupakan kejadian yang benar- benar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya.
·
Hanya untuk produk-produk yang
dapat memberi bukti kepada konsumennya dengan penggunaan yang teratur dan atau
dalam jangka waktu tertentu.
21)
Anjuran (endorsement)
·
Pernyataan, klaim atau janji yang
diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur.
·
Pemberian anjuran hanya dapat
dilakukan oleh individu.
22)
Perbandingan
·
Perbandingan langsung dapat
dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria
yang tepat sama.
·
Jika perbandingan langsung
menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus
diungkapkan secara jelas.
·
Pengggunaan data riset tersebut
harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
penyelenggara riset tersebut.
·
Perbandingan tak langsung harus
didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
23) Perbandingan Harga Hanya dapat
dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus
disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
24) Tidak boleh merendahkan produk
pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
25)
Tidak boleh dengan sengaja meniru
iklan produk pesaing. Baik meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu
digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun
dua tahun terakhir.
26)
Tidak boleh menyalahgunakan
istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan
kesan yang berlebihan.
27)
Tidak boleh menyatakan “selama
persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
28)
Iklan tidak boleh mengeksploitasi
erotisme atau seksualitas.
29)
Film iklan yang ditujukan kepada,
atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan menampilkan adegan
kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog
yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orangtua” atau simbol yang
bermakna sama.
Penilaian Etis terhadap Iklan
Ada empat (4)
faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip- prinsip
etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan,
yaitu:
1.
Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak
baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika
maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya
menjadi tidak etis.
2.
Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar
dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis
pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita
tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu
informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari
instansi netral.
3.
Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan
publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang
produk atau jasa yang diiklankan. Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai
keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan
rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus
dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan
rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
4.
Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan
dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara
tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan
terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima
daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.
Contoh Kasus Etika Periklanan
1.
Iklan plaza senayan
Sangat disayangkan pada nyanyian dan tokoh pelaku iklan plaza senayan.
Begitu konsumtif degan menggunakan helikopter belanja dan terkesan hura-hura
ditambah konteks nyanyian: “Hidup hanya …..jangan sia-siakan” apakah betul yang
hanya sekali itu harus diisi dengan hura-hura belanja penuh kemegahan. Apakah
tidak terbesit sedikitpun utuk menggunakan hidup yang sekali itu dengan menjalankan
ibadah, beramal dan membantu saudara kita yang masih banyak berekonomi
lemah? Yang jangankan belanja dengan mewah di tempat megah, membeli makanan di
warungpun mikir.
2.
Iklan kijang
Mendengar iklan mobil Toyota
Kijang di radio maupun di televisi, yang melibatkan seorang anak usia sekolah.
Iklan itu secara ditdak langsung telah mendidik anak dan keluarga untuk bergaya
hidup dan berbudaya konsumtif. Sangat memprihatinkan, begitu banyak anak di
negeri ini yang jangankan liburan ke Bali dan naik “Kijang”, untuk sekolah
mereka tidak mampu dan harus bekerja siang malam sekadar untuk makan 1 hari. Sungguh
merupakan hal yang ironis, seorang anak yang seharusnya belajar memahami fakta
sosial teman-teman seusianya yang tersuruk di tengah kerasnya perjuangan
mereka, ternyata terdidik untuk ikut berpikir tentang cicilan ke Bali hanya
karena sudah terlanjur bercerita kepada teman-temannya. Eksploitasi anak-anak
untuk iklan saja sudah merupakan sesuatu yang tidak etis, apalagi dengan materi
iklan yang mewah dan konsumtif.
EPI juga
diberikan beberapa prinsip tentang keterlibatan anak-anak di bawah umur
apalagi Balita seperti antara lain:
a) Anak-anak tidak boleh digunakan
untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa
didampingi orang dewasa.
b) Iklan tidak boleh memperlihatkan
anak-anak dalam adegan adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas
dilakukan oleh anak-anak.
c) Iklan tidak boleh menampilkan
anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk
anak-anak.
d) Iklan tidak boleh menampilkan
adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester
power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk
mengabulkan permintaan anakanak mereka akan produk terkait (lihat halaman
34 EPI).
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
Dalam
periklanan tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri
mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia
tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan
mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon
pembeli, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan
dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.
Saran
Seharusnya para pelaku bisnis
mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa
mempertimbangkan efek dari iklan yang dibuatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Garrett, Thomas M., SJ. 1961. Some Ethical Problems of Modern Advertising.
Rome: The Gregoriana Univ.
Press.
Jena, Jeremias. 2010. Etika dalam
Iklan. Dalam: http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/
Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI).
Kusuma, Arif
Adi., Fibriono Roifin, Kristian, dkk. 2014. Makalah
Etika Bisnis “Etika Dalam Iklan”. Universitas Negeri Malang. Dalam: https://www.academia.edu/7853891/ETIKA_DALAM_IKLAN_1_
Rachmawati, Gita. 2014. Iklan dalam Etika dan Estetika. Dalam: http://gitarachmawati.blogspot.com/2013/11/iklan-dalam-etika-dan-estetika_4253.html