.::Nurii Blog::.

nurita blog :) happy reading :) enjoy~~

Sabtu, 27 Desember 2014

Iklan dalam Etika dan Estetika

ABSTRAK

Salah satu cara yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk memperkenalkan dan menjual produknya adalah dengan dilakukannya promosi. Promosi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan iklan. Sebuah perusahaan untuk mempromosikan produknya, iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak bisa hanya untuk target marketnya saja baik secara khusus dan langsung, tetapi pasti ditonton atau dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan seluruh masyarakat bahkan yang bukan target marketnya. Tujuan penulisan tugas ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip moral yang perlu dalam iklan dan untuk mengetahui contoh iklan yang berkaitan dalam etika.


PENDAHULUAN

Salah satu cara yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk menjual produknya adalah dengan dilakukannya promosi, dengan adanya promosi, maka masyarakat bisa mengenal produk yang ditawarkan atau dijual oleh perusahaan tersebut. Promosi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalahiklan.
Iklan harus dibuat semenarik dan sedramatis mungkin sehingga dapat menonjolkan kelebihan dari sebuah produk serta mau tidak mau masyarakat akan tertarik untuk memperhatikannya. Iklan tersebut ditayangkan tidak hanya untuk target pasarnya saja baik secara khusus dan langsung, melainkan dapat ditonton atau dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan seluruh masyarakat bahkan yang bukan target pasarnya.
Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media–media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan–akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari–hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan.Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan.Tanpa kita sadari, iklan ternyata sungguh-sungguh ditampilkan sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang mempengaruhi sebagian besar hidup kita, terutama sehubungan dengan upaya mendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan.
Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggung-jawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat, agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian–sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan.Dalam konteks pemikiran seperti inilah kita perlu suatu pemikiran yang bisa menyadarkan kita akan pentingnya memiliki kesadaran moral di hadapan propaganda-propaganda iklan.


LANDASAN TEORI

Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata“etika”yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethosmempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan atau adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan artita ethayaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah Etikayang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan.
Bertens (2000) berpendapat bahwa arti kata “etika” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut:
1.   Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.       Kumpulan asas atau nilai moral.
3.       Ilmu tentang yang baik atau buruk.
.
Pengertian Iklan
Menurut Thomas M. Garret SJ (1961 : 1), iklan dipahami sebagai aktivitas–aktivitas yang lewatnya pesan–pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi ataupribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang yerus meningkat.Di sini sebenarnya iklan melakonkan tiga peran sekaligus, yaitu sebagai berikut:
1.       Iklan Informatif
Jenis iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif kepada konsumen kualitas dari barang tertentu yang diproduksi, nilai-lebih dari barang tersebut, fungsi-fungsinya, harga serta tingkat kelangkaannya.
2.       Iklan Persuasif atau Sugestif
Jenis iklan ini tidak sekadar menginformasikan secara objektif barang dan jasa yang tersedia, tetapi menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan barang dan jasa yang diiklankan. Kalau pada iklan informatif yang mau dicapai adalah bagaimana masyarakat bisa memenuni kebutuhannya, maka pada iklan persuasif justru kebutuhan akan barang dan jasa itu sendiri yang hendak diciptakan.
3.       Iklan Kompetitif.
Jenis iklan ini lebih dimaksud untuk mempertahankan serta memproteksi secara kompetitif kedudukan produsen di hadapan pelaku produksi lainnya.

Fungsi Periklanan
1.        Iklan sebagai pemberi informasi
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada 3 pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan:
a)       Produsen yang memiliki produk tersebut.
b)  Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif dan sebagainya.
c)      Bintang iklan
Perkembangan dimasa yang akan datang, iklan informatif akan lebih digemari, karena:
a)       Masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah dibohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak mengukapkan kenyataan secara sebenarnya.
b)      Masyarakat sudah bosan atau muak dengan berbagai iklan yang hanya melebih-lebihkan suatu produk.
c)     Peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
2.        Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang manipulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen membeli produk tersebut. Karena itu model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.

Faktor-faktor dalam Periklanan
Kriteria yang dipakai untuk menentukan faktor kunci adalah apakah informasi tersebut akan mempengaruhi pilihan iklan yang digunakan.
1.        Pemilihan waktu Ini selalu penting dan dapat dibagi menjadi beberapa segi
a)     Kapan konsep pemasaran harus siap.
b)     Kapan iklan tersebut akan berjalan
c)  Berapa lama iklan tersebut akan berjalan Pemilihan waktu pada setiap tahap akan sangat mempengaruhi apa yang dapat dan tidak dapat tercapai.
2.        Pasar sasaran
Pasar sasaran menentukan ciri kelompok yang dituju : umur, lokasi, kelas sosial, jenis kelamin, dan frekuensi pembelian. Untuk pasar perusahaan ini akan membedakan menurut besarnya perusahaan dan jenis usahanya.
3.        Perubahan-perubahan dalam pasar
Adalah menentukan hal-hal penting dari apa yang sedang terjadi dalam pasar, apakah  pasar membaik atau memburuk, apa yang sedang dilakukan para pesaing, apakah dampak musiman dan lain-lain. Umumnya informasi ini tersedia banyak sekali dan karenanya kita harus selektif.
4.        Nilai produk atau jasa
Bagaimana atau apa yang dimiliki oleh produk atau jasa yang ditawarkan apakah rasanya sangat menyenangkan atau kasar.
5.        Pengalaman masa lalu
Hindari pemborosan waktu dengan tidak menggunakan yang dulu ternyata gagal, gagasan yang dibuang atau bonus yang dapat diterima secara etis.

Keuntungan dari Adanya Iklan
a)   Adanya informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan” produk tersebut.
b)      Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen.
c)  Memberikan subsidi kepada mediamassa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya rendah.

Perkembangan Singkat Periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari seabad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.


METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan metode searching di Internet, yaitu dengan membaca referensi–referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas ini.
Penulis juga memperoleh data dari pengetahuan yang penulis ketahui. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik seperti menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang iklan dalam etika dan estetika.


PEMBAHASAN

Makna Etika dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang membuat  pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik:
a)       Etis
Berkaitan dengan kepantasan.
b)       Estetis
Berkaitan dengan kelayakan.
c)       Artistik
Bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Etika secara umum:
a)       Jujur
Tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk.
b)      Tidak memicu konflik SARA.
c)      Tidak mengandung pornografi.
d)      Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
e)      Tidak melanggar etika bisnis
Contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
f)       Tidak plagiat.

Etika Periklanan di Indonesia
1.        Diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI)
EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan, yaitu:
a)       Tata Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
(1)     Tata krama isi iklan.
(2)     Tata krama raga iklan.
(3)     Tata krama pemeran iklan.
(4)     Tata krama wahana iklan.
b)      Tata Cara (Code of Practices)
Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan. 
2.        Tata Cara Beriklan Diatur dalam Hukum
a)         UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsumen)
UUPK mengatur mengenai periklanan di Indonesia. Tujuan dari suatu perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
(1)     Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
(2)     Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan/atau Jasa.
(3)     Meningkatkan pemberdayaan konsumen daalm memilih menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
(4)     Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
(5)     Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
(6)     Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha  produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
b)        Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS
Pers berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS (untuk selanjutnya disebut UU Pers) merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam hal ini peran pers untuk memenuhi pengetahuan kebutuhan konsumen salah satunya adalah melalui iklan. Namun iklan tersebut harus diberikan kepada konsumen secara tepat, akurat dan benar. Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk:
(1)     Memuat iklan yang dapat merendahkan martabat suatu agama dan/atau kerukunan hidup antar umat beragama serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
(2)     Memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3)     Memuat iklan dengan peragaan rokok dan/atau penggunaan rokok.
c)         Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran
Periklanan dapat dilakukan salah satunya melalui penyiaran, yang terorganisir dalam suatu lembaga penyiaran. Penyiaran menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran (untuk selanjutnya disebut UU Penyiaran) adalah kegiatan  pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik dan/atau media lainnya untuk daat diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran radio dan/atau pesawat penerima siaran televisi atau perangkat elektronik lainnya dengan atau tanpa alat bantu.
Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1 butir 2 UU Penyiaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis dan karakter lainnya yang dapat diterima melalui pesawat penerima siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu.
d)        Undang-Undang Periklanan (20/PER/M.KOMINFO/5/2008) dan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
Ada 3 asas umum yang dijadikan dasar dalam Etika Periklanan Indonesia (EPI), yaitu:
(1)     Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
(2)     Bersaing secara sehat.
(3)     Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Etika Periklanan Indonesia (EPI) adalah sebagai beriku:
1)       Hak Cipta Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau  bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari  pemilik atau pemegang merek yang sah.
2)       Bahasa harus dapat dipahami oleh khalayak sasaran, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan.
3)      Tidak menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama.
4)      Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait dan sumber yang otentik.
5)       Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
6)      Kata-kata ”presiden”, ”raja”, ”ratu” dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan atau konotasi yang negatif.
7)      Tidak menggunakan kata- kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama.
8)      Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain.
9)      Tanda Asteris (*) digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
10)    Pencantuman Harga. Harga suatu produk dicantumkan dengan jelas dalam iklan.
11)    Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
12)    Janji Pengembalian Uang (warranty)
·      Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap
·      Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
13)   Tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul.
14)   Tidak boleh –langsung maupun tidak langsung– menampilkan adegan kekerasan.
15)   Tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan.
16)   Adanya Perlindungan Hak-hak Pribadi.
17)   Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam  jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan rentang waktu tersebut.
18)   Tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak  pantas lain terhadap makanan atau minuman.
19)   Penampilan uang
·       Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan.
·       Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih.
·       Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda“specimen” yang dapat terlihat jelas.
20)    Kesaksian Konsumen (testimony)
·       Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan.
·       Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar- benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya.
·       Hanya untuk produk-produk yang dapat memberi bukti kepada konsumennya dengan penggunaan yang teratur dan atau dalam jangka waktu tertentu.
21)    Anjuran (endorsement)
·       Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur.
·       Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu.
22)    Perbandingan
·       Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.
·       Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas.
·       Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut.
·       Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
23)   Perbandingan Harga Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
24)   Tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
25)   Tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing. Baik meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
26)   Tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
27)   Tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
28)    Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas.
29)    Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak  pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orangtua” atau simbol yang bermakna sama.

Penilaian Etis terhadap Iklan
Ada empat (4) faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip- prinsip etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan, yaitu:
1.        Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis.
2.        Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral.
3.        Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan. Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
4.        Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.

Contoh Kasus Etika Periklanan
1.        Iklan plaza senayan
Sangat disayangkan pada nyanyian dan tokoh pelaku iklan plaza senayan. Begitu konsumtif degan menggunakan helikopter belanja dan terkesan hura-hura ditambah konteks nyanyian: “Hidup hanya …..jangan sia-siakan” apakah betul yang hanya sekali itu harus diisi dengan hura-hura belanja penuh kemegahan. Apakah tidak terbesit sedikitpun utuk menggunakan hidup yang sekali itu dengan menjalankan ibadah, beramal dan membantu saudara kita yang masih banyak  berekonomi lemah? Yang jangankan belanja dengan mewah di tempat megah, membeli makanan di warungpun mikir.
2.        Iklan kijang
Mendengar iklan mobil Toyota Kijang di radio maupun di televisi, yang melibatkan seorang anak usia sekolah. Iklan itu secara ditdak langsung telah mendidik anak dan keluarga untuk bergaya hidup dan berbudaya konsumtif. Sangat memprihatinkan, begitu banyak anak di negeri ini yang jangankan liburan ke Bali dan naik “Kijang”, untuk sekolah mereka tidak mampu dan harus bekerja siang malam sekadar untuk makan 1 hari. Sungguh merupakan hal yang ironis, seorang anak yang seharusnya belajar memahami fakta sosial teman-teman seusianya yang tersuruk di tengah kerasnya  perjuangan mereka, ternyata terdidik untuk ikut berpikir tentang cicilan ke Bali hanya karena sudah terlanjur bercerita kepada teman-temannya. Eksploitasi anak-anak untuk iklan saja sudah merupakan sesuatu yang tidak etis, apalagi dengan materi iklan yang mewah dan konsumtif.
EPI juga diberikan beberapa prinsip tentang keterlibatan anak-anak di  bawah umur apalagi Balita seperti antara lain:
a)       Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
b)      Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
c)      Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu  produk yang bukan untuk anak-anak.
d)      Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester  power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan  permintaan anakanak mereka akan produk terkait (lihat halaman 34 EPI).



KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan
Dalam periklanan tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.

Saran
Seharusnya para pelaku bisnis mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa mempertimbangkan efek dari iklan yang dibuatnya.


DAFTAR PUSTAKA

Garrett, Thomas M., SJ. 1961. Some Ethical Problems of Modern Advertising. Rome: The Gregoriana Univ. Press.

Jena, Jeremias. 2010. Etika dalam Iklan. Dalam: http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Kusuma, Arif Adi., Fibriono Roifin, Kristian, dkk. 2014. Makalah Etika Bisnis “Etika Dalam Iklan. Universitas Negeri Malang. Dalam: https://www.academia.edu/7853891/ETIKA_DALAM_IKLAN_1_

Rachmawati, Gita. 2014. Iklan dalam Etika dan Estetika. Dalam: http://gitarachmawati.blogspot.com/2013/11/iklan-dalam-etika-dan-estetika_4253.html